Hilangnya Pertalite Ketengan di Pakpak Bharat: Rakyat Tersandera, Ada Apa dengan Pemerintah dan DPRD?
#opinipublik
Sejak beberapa bulan terakhir, masyarakat Pakpak Bharat dipaksa menghadapi kenyataan pahit: Pertalite ketengan menghilang dari pasaran. Di satu-satunya SPBU yang beroperasi, warga hanya bisa membeli Pertamax yang harganya jauh lebih mahal.
Sekilas, ini tampak seperti persoalan teknis. Namun jika ditelusuri lebih jauh, hilangnya Pertalite ketengan bukan sekadar soal pasokan, melainkan soal pengabaian hak rakyat kecil. Bagi petani yang setiap hari harus mengeluarkan ongkos transportasi, selisih harga BBM menjadi beban tambahan yang menggerus keuntungan. Bagi sopir angkot dan tukang becak, ini berarti pemasukan harian yang semakin menipis.
Yang lebih memprihatinkan, hingga kini tidak ada kejelasan dari pemerintah daerah maupun DPRD.
Apakah mereka benar-benar tidak mengetahui kelangkaan ini?
Atau sengaja memilih diam karena ada kepentingan tertentu?
Apakah distribusi Pertalite di Pakpak Bharat memang diputuskan sepihak tanpa mempertimbangkan kondisi sosial masyarakat?
Ketiadaan jawaban membuka ruang spekulasi: ada apa di balik hilangnya Pertalite ketengan?
Apakah ini bagian dari kebijakan nasional yang tidak dikomunikasikan ke daerah? Atau justru ada masalah pada distribusi di tingkat lokal, yang entah dibiarkan atau bahkan mungkin dimainkan oleh oknum tertentu? Pertanyaan-pertanyaan ini layak diajukan, karena dampaknya langsung menghantam masyarakat kecil yang paling rentan.
Yang jelas, sikap diam pemerintah daerah dan DPRD tidak bisa dibiarkan. Mereka dipilih rakyat, dibiayai oleh rakyat, tetapi ketika rakyat menjerit justru bungkam. Kursi kekuasaan seakan lebih penting daripada jeritan perut kosong masyarakat.
Jika benar ada kebijakan baru dari Pertamina, mengapa tidak ada sosialisasi? Jika benar ada persoalan distribusi, mengapa tidak ada upaya advokasi dari pemerintah dan DPRD? Diam berarti membiarkan rakyat menjadi korban.
Hilangnya Pertalite ketengan di Pakpak Bharat adalah potret kegagalan tata kelola energi dan lemahnya keberpihakan wakil rakyat. Di saat rakyat kecil butuh kehadiran negara, yang muncul justru kesenyapan.
Rakyat tidak butuh alasan berbelit. Rakyat hanya butuh Pertalite kembali.
Comments
Post a Comment