Mencari Arah: Nasib Generasi Muda Pakpak Bharat di Persimpangan Zaman

 Mencari Arah: Nasib Generasi Muda Pakpak Bharat di Persimpangan Zaman. 

Di tengah gejolak perubahan zaman dan arus globalisasi yang terus menggerus batas-batas geografis dan budaya, generasi muda di Kabupaten Pakpak Bharat sedang berdiri di sebuah persimpangan besar. Di satu sisi, mereka adalah pewaris tanah leluhur yang kaya akan potensi alam dan budaya. Di sisi lain, mereka ditantang oleh minimnya akses dan dukungan sistemik yang dapat membawa mereka menjadi kekuatan penggerak kemajuan daerah.

Potensi dan Harapan yang Belum Terpetakan:

Pakpak Bharat adalah wilayah dataran tinggi di barat daya Sumatera Utara dengan luas 1.218 km² dan populasi sekitar 54.516 jiwa (BPS, 2023). Sekitar 35% dari penduduknya adalah pemuda berusia di bawah 35 tahun—angka yang secara demografis bisa menjadi kekuatan pembangunan. Namun, potensi ini belum sepenuhnya dikapitalisasi.

Anak-anak muda tumbuh dalam budaya kerja keras, gotong royong, dan nilai-nilai adat Pakpak yang luhur. Mereka mengenal tanah, mengenal ladang, dan akrab dengan semangat kebersamaan. Tapi dunia di sekitar mereka bergerak cepat—dan pertanyaan besarnya adalah: apakah mereka siap untuk menjadi aktor utama di rumah sendiri?

Tantangan Struktural: Pendidikan dan Peluang:

Tantangan utama generasi muda Pakpak Bharat adalah keterbatasan dalam akses pendidikan dan kesempatan kerja. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Pakpak Bharat pada tahun 2023 tercatat 65,71, lebih rendah dibandingkan rata-rata provinsi Sumatera Utara yang berada di angka 72,15. Ini mencerminkan rendahnya kualitas pendidikan dan pendapatan masyarakat secara umum.

Fasilitas pendidikan tingkat menengah dan keterampilan vokasional masih sangat terbatas. Banyak siswa lulusan SMA/SMK harus merantau ke luar kabupaten untuk kuliah atau bekerja, sementara tidak sedikit yang berhenti di bangku SMA karena keterbatasan ekonomi dan motivasi.

Selain itu, lapangan kerja di daerah belum tumbuh seiring kebutuhan generasi muda. Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), yang seharusnya menjadi motor ekonomi desa, sebagian besar belum aktif secara maksimal. Data Dinas PMD menunjukkan bahwa dari 52 desa di Pakpak Bharat, hanya sekitar 20 BUMDes yang aktif dan beroperasi dengan program yang berkelanjutan hingga tahun 2024.

Urbanisasi dan Migrasi: Meninggalkan Tanah Sendiri

Fenomena migrasi pemuda ke kota menjadi tren yang terus meningkat. Ini tidak selalu salah, namun ketika migrasi itu terjadi karena "tidak adanya pilihan" di desa, maka ini patut menjadi perhatian serius. Kita kehilangan tenaga produktif, kehilangan inovasi lokal, bahkan kehilangan regenerasi petani dan pelaku budaya.

Bayangkan, siapa kelak yang akan menanam kopi di Pakpak Bharat? Siapa yang akan melanjutkan cerita-cerita adat dan menjaga hutan larangan jika anak-anak muda sudah tidak punya ikatan emosional dengan tanah lahirnya?

Langkah Strategis: Menyulut Asa dari Desa:

Untuk menjawab semua tantangan ini, diperlukan perubahan pendekatan pembangunan pemuda. Beberapa langkah nyata yang dapat didorong antara lain:

1. Revitalisasi Pendidikan Kontekstual

Sekolah harus menjadi ruang tumbuh inovasi, bukan hanya penghafal teori. Kurikulum muatan lokal yang relevan dengan potensi desa—seperti kopi, pertanian organik, digitalisasi UMKM—perlu diperkuat.

2. BUMDes sebagai Inkubator Anak Muda

Dorong pemuda untuk duduk sebagai pengelola BUMDes. Pemerintah desa bisa mengalokasikan anggaran untuk pelatihan dan pendampingan kewirausahaan anak muda.

3. Ruang Ekspresi Digital dan Komunitas

Akses internet di desa perlu diperluas. Komunitas digital kreatif bisa berkembang: video dokumenter tentang desa, fotografi budaya, hingga pemasaran hasil tani secara online.

4. Pemuda sebagai Pemimpin Masa Depan

Dorong keterlibatan anak muda dalam Musrenbang, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), dan pencalonan kepala desa di masa depan. Regenerasi harus dimulai dari sekarang.

Penutup: Merancang Masa Depan, Bukan Menebak Nasib

Nasib generasi muda Pakpak Bharat bukan sesuatu yang perlu ditebak, tetapi dirancang. Pemuda bukan objek pembangunan, mereka adalah subjek utama perubahan. Tapi mereka tak bisa sendiri. Mereka butuh ruang, butuh akses, dan yang paling utama—butuh kepercayaan.

Jika kita hari ini gagal menciptakan jalan pulang bagi pemuda ke desanya, maka kelak bukan hanya kita yang akan kehilangan mereka, tetapi desa itu sendiri akan kehilangan masa depannya.

#M.T


Comments

Popular posts from this blog